Seiring berjalannya waktu, pandangan pembangunan secara konvensional yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi lama kelamaan tidak lagi sesuai seiring dengan semakin berkurangnya ketersediaan sumberdaya tak terbarukan serta degradasi lingkungan akibat eksploitasi faktor produksi serta gaya konsumsi yang berlebihan. Hal itu diutarakan Shadiq direktur Imunitas.
“Dampak dari model pembangunan yang tidak memperdulikan kelestarian alam dapat dilihat dan dirasakan secara langsung seperti kekeringan, banjir, serta meningkatnya suhu secara global. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan manusia kemudian menggeser pandangan mengenai pembangunan dimana pembangunan disadari tidak hanya berhubungan dengan peningkatan ekonomi, tetapi juga isu lingkungan dan sosial.”ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Isu ini kemudian mendorong lahirnya konsep pembangunan yang belakangan disebut pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yang menjadi kunci dalam pelaksanaannya yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain pembangunan berkelanjutan, terdapat pula konsep pembangunan hijau yang sebenarnya berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan.
Aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan merupakan aspek-aspek pembangunan yang sangat dinamis dan selalu berubah. Usaha dalam mengontrol dan menjaga keberlanjutan aspek-aspek tersebut agar perkembangannya dapat berjalan beriringan secara harmonis dan seimbang adalah melalui penyusunan kebijakan yang baik dan dapat diwujudkan melalui penyusunan rencana baik tingkat wilayah, kota, atau tingkatan lainnya.
Secara geografis wilayah Lansekap DAS Sungai Lariang, adalah salah satu wilayah sungai lintas provinsi yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Total luas wilayah sungai Lariang adalah 14,550 km², dan DAS Lariang salah satu DAS utama di WS Palu Lariang dengan luas keseluruhan daerah pengaliran sungai sebesar 7.069 km² atau sekitar 49 % dari luas total Wilayah Sungai Palu-Lariang .
“Hal ini menempatkan DAS Lariang sebagai DAS yang memiliki kompleksitas pengelolaan yang lebih besar dari DAS-DAS atau WS lainnya dalam WS Palu-Lariang, meskipun prosentase terbesar DAS Lariang berada di Provinsi Sulawesi Tengah. Bagian hulu DAS Lariang terletak di dua provinsi, yaitu bagian selatan DAS Lariang berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Kecamatan Masamba), sedang bagian utara dan tengah berada di Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah,”sebut Sadiq.
Ia menambahkan, bagian tengah DAS Lariang terletak di Kecamatan Kulawi dan Kecamatan Pipikoro, sedangkan bagian hilir berada di Kecamatan Rio Pakawa dan Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat.
Lansekap Lariang hampir 70% berada di wilayah Sulawesi Tengah meliputi Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso dengan kondisi Topografi yang beragam (landai dan berbukit). menjadi sangat potensial dan memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi. Secara administrastif persebaran penduduk/pemukiman juga sebagian berada di wilayah lansekap DAS Lariang.
Khusus wilayah Kabupaten Sigi, ,tingkat ancaman dan kerentanan dalam pemanfaatan sumber daya alam menjadi tantangan tersendiri dalam wilayah lansekap Lariang-Sigi dan Poso . Selain itu hampir 30% hutan di wilayah lansekap Lariang Sigi dan di Kabupaten Poso melintasi kawasan TNLL.
Lansekap DAS Lariang dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pemanfaatan hasil hutan kayu dan serta non kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan.
Tak hanya menyangkut lanskap Lariang wilayah Sigi dan Kabupaten Poso memiliki Taman Nasional Lore Lindu dan Cagar Biosfer yang juga memerlukan perhatian dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan keanekaragaman hayati flora dan fauna dan segala kekayaan yang berada dalam lingkungan wilayah-wilayah tersebut.
Berbagai wilayah tersebut tak luput dari aktivitas penghidupan manusia sehingga perlu memikirkan secara bersama agar aktivitas tersebut tidak mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing-masing sektor maupun pada tingkat lansekap DAS Lariang,Taman Nasional dan Cagar Biosfer.
Mengelola Lansekap DAS Lariang, Taman Nasional dan Cagar Biosfer secara baik dengan mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemampuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain.
Pengelolaan Lansekap DAS Lariang dan Taman Nasional harus dilakukan secara terpadu oleh para pihak dimana mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut lansekap DAS Lariang dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan fungsi lansekap Lariang dan Taman Nasional Lore Lindu dalam menghasilkan manfaat yang berkelanjutan, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan fungsi dari lansekap Lariang dan Taman Nasiona Lore Lindu dapat ditekan sehingga tidak merugikan fungsi lansekap DAS Lariang secara keseluruhan.
Lansekap Lariang dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pemanfaatan hasil hutan kayu dan serta non kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan masyarakat yang berdiam di lansekap Lariang khususnya peningkatan kesejahteraan.Enjang.