

Kepala Dinas Kehutanan Nahardi menyampaikan dalam mendukung upaya pelayanan pengelolaan sumberdaya non kayu atau hasil hutan bukan kayu (HHBK) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah memiliki satu buah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2019 yang juga disertai dengan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2019.
“Perda dengan Peraturan Gubernur Sulteng tersebut isinya untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat dalam rangka mendukung sumber hasil hutan bukan kayu”Ungkap Nahardi saat menjadi Narasumber dalam Webinar yang dilaksanakan ROA atas dukungan NTFP Indonesia bersama Green Livelihood Alliance yang mengambil tema membangkitkan usaha kecil berbasis produksi hasil hutan bukan kayu
Nahardi mengatakan kelompok masyarakat yang ada di sekitar hutan yang mengelola hasil hutan bukan kayu, tujuan utamanya sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang akan mendukung bergeraknya ekonomi dimasyarakat. Kelompok masyarakat di sekitar hutan dapat akses mengelola sumber daya yang ada di lokasi hutan dan sekitar hutan melalui skema dan peraturan yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa skema pengelolaan secara partisipatif mesti didorong agar masyarakat benar-benar bisa terlibat aktif dalam mengelola potensi yang ada dan memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu termasuk jika memiliki potensi jasa lingkungan seperti objek yang dapat dikembangkan menjadi tempat wisata dan kini mulai berkembang di beberapa wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di Sulteng.
“Pengembangan produk HHBK menjadi peluang dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan dan meminimalisir laju kerusakan hutan sehingga diperlukan peran aktif seluruh stakeholder untuk mengembangkan dan memasarkan potensi produk HHBK”Ujarnya
Nahardi menambahkan seiring perkembangan zaman revolusi industri 4.0, stakeholders kehutanan terus menggali dan mengembangkan Multi Usaha Kehutanan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasa Lingkungan (Jasling). HHBK dan Jasling merupakan 95% dari potensi hutan sementara produk hutan kayu tercatat hanya 5%.
Ia menyebutkan dalam pengembangan HHBK sendiri terdapat beberapa hal yang menjadi prioritas utama yakni pertama menyangkut produksi, kedua penguatan kelembagaan, ketiga pemasaran produk HHBK, keempat menyangkut permodalan.