Bariri-Kakao salah satu produk perkebunan di Desa Bariri Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso yang banyak diusahakan oleh masyarakat setempat namun kakao tersebut masih diolah secara dengan sederhana tanpa proses fermentasi padahal jika pasca panennya diolah dengan baik maka akan menghasilkan kualitas kakao yang berkualitas tinggi.
Persoalan kakao pun banyak, mulai harga, kualitas ditambah lagi kakao masyarakat banyak yang terserang penyakit sehingga membuat frustasi ditingkat petani. Namun demikian, Kakao masih menjadi primadona di sector perkebunan di Indonesia olehnya perlu kembali membangun semangat petani kakao untuk memproduksi kakao yang lebih baik.

Seperti Lena, perempuan asal Desa Bariri memulai langkah pengelolaan biji kakao asalan menjadi olahan kakao berkualitas premium yakni biji kakao yang diolah melalui proses fermentasi. Ia memulai dengan mencoba memetik buah kakao bersama perempuan di Desa Bariri yang juga merupakan kepala Desa Bariri. Sebanyak 100 buah kakao telah dipetik untuk mengolah kakao melalui proses fermentasi.
Lena membuka wawasan dan pikiran untuk mulai meningkatkan kualitas hasil dari tanaman kakao, salah satu langkah yang ia tempuh saat ini adalah mengolah panen kakao dengan cara memilih kakao yang baik untuk diambil biji kakao yang akan diolah secara fermentasi untuk menghasilkan kakao berkualitas premium.
Iya memang ini pekerjaan yang cukup rumit karena harus memilih-milih kakao yang baik, tapi tidak apa-apa, saya percaya dengan bekerja dengan baik pasti hasilnya juga akan baik sekalipun cara bekerjanya cukup memakan waktu,”Ungkap Lena menceritakan tentang kakao yang dia olah.
“Ia bercita-cita untuk membuat beberapa produk dari olahan biji kakao premium bersama perempuan di desa yang akan menghasilkan bubuk kakao dan kakao roasting dan harapannya kedepan bisa memberikan pendapatan tambahan bagi keluarga.

Lena menyadari bahwa membangun usaha tidaklah mudah, apalagi menyangkut pengolahan kakao yang bagi masyarakat yang sudah cukup lama mengolah kakao tanpa fermentasi apalagi harga kakao tanpa fermentasi dengan fermentasi harganya tidak terlampau berbeda jauh padahal proses untuk membuat kakao fermentasi cukup memakan waktu dan tenaga makanya petani lebih memilih tanpa fermentasi.
“Saya berharap pembeli juga harus menghargai jerih payah petani dengan memberikan harga yang lebih baik sehingga ini dapat memacu petani kakao untuk mengolah kakao secara fermentasi sebab jika tidak maka petani tentu memilih jalan yang cepat. Ini memang sebuah tantangan bagi kami”Ungkapnya.
Namun demikian Lena tetap berupaya agar bisa menghasilkan beberapa turunan kakao yang mungkin dapat lebih membantu dalam segi peningkatan harga.
Sekaitan itu, ia bersama Relawan untuk Orang dan Alam akan mencoba membangun usaha pengolahan kakao di Desa Bariri sembari terus mendorong kelompok masyarakat petani kakao untuk semangat mengolah kebun mereka tentunya dengan memperhatikan kebersihan kebun atau merawat kebun kakao sehingga terhindar dari serangan penyakit.
Kredit Photo : Magdalena
Penulis : Rexi