Gerakan besar yang dilakukan orang saat ini menjadi sebuah tantangan kompleks yang menuntut tindakan global (global action). Indonesia, sebagai negara agraris dimana sumber mata pencaharian dari tiga perempat masyarakat yang sangat miskin adalah pertanian atau kegiatan yang terkait dengan pedesaan lainnya.
Hal ini menciptakan kondisi yang membuat masyarakat terutama kaum muda untuk tetap tinggal di desa karena mereka merasa nyaman dengan kondisi ini dan berharap memiliki ketahanan nafkah.
Pembangunan desa dapat menciptakan peluang bisnis dan lapangan pekerjaan untuk kaum muda yang tidak hanya berbasis pada tanaman pertanian (seperti unggas kecil, pengolahan makanan atau usaha hortikultura). Hal ini juga dapat meningkatkan ketahanan pangan, memperluas akses terhadap perlindungan sosial, mengurangi konflik sumberdaya alam dan menjadi solusi terhadap degradasi lingkungan dan perubahan iklim.
Dengan berinvestasi dalam pembangunan desa, masyarakat internasional juga dapat memanfaatkan potensi migrasi untuk mendukung pembangunan dan membangun ketahanan sehingga hal ini akan menjadi dasar pemulihan jangka panjang yang inklusif serta berkelanjutan.
Agenda pembangunan Indonesia saat ini berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan investasi yang besar pada industri ekstraktif. Ada kekhawatiran bahwa industri skala besar ini akan memberikan permasalahan baru pada penduduk lokal dan ekosistem.
Pada saat yang sama ada upaya minimum untuk mendukung kegiatan ekonomi berbasis masyarakat di kawasan hutan, pedesaan, pesisir, dan jalur air. Sampai saat ini belum ada tindakan berskala besar untuk mendukung kelompok skala kecil ini, baik kelompok masyarakat agroindustri dan kelompok pengelolaan kehutanan berbasis masyarakat.
Dukungan dari pemerintah dan kalangan bisnis dalam mempromosikan produksi barang secara berkelanjutan dan merata dari penduduk lokal masih adhoc dan tidak berkesinambungan. Data dari kebijakan menjelaskan bahwa prioritas pembangunan dari tahun 2010-2014 adalah kredit yang diberikan pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terutama untuk perdagangan komoditas pertanian dan perikanan sebesar 54,6%, dan hanya 14,2% yang terintegrasi dengan sektor hulu.
Saat ini, kemampuan, pengetahuan, dan koneksi yang memadai untuk mengembangkan dan mendukung ekonomi masyarakat yang mengembangkan produk kreatif, ramah lingkungan dan berkelanjutan yang berpotensi untuk mendukung ekonomi lokal dan ketahanan pangan baik di tingkat provinsi dan nasional masih sangat minim.
Beberapa model inisiatif ekonomi berbasis masyarakat yang berkelanjutan di bidang pertanian dan kehutanan mencakup hal-hal berikut: usaha penebangan berbasis masyarakat, usaha hasil hutan bukan kayu (HHBK) berbasis masyarakat, dan produk kerajinan yang dihasilkan oleh petani, nelayan, dan pengrajin setempat.
Model dan inisiatif seperti ini menggambarkan kreativitas serta keberagaman mata pencaharian dan produk di seluruh nusantara yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan sektor swasta. Hal ini juga sesuai dengan visi Perekonomian Indonesia yang dipresentasikan oleh presiden Indonesia. Joko Widodo. Beliau sangat menekankan penguatan bangsa dengan mendukung perekonomian masyarakat setempat.
Strategi akar rumput ini akan membahas isu kemiskinan, kesenjangan sosial antar daerah, kerusakan lingkungan, dan eksploitasi/ekstraksi berlebihan atas sumberdaya alam untuk produksi pangan dan energi.
Model perusahaan masyarakat yang berkelanjutan ini, mereka memerlukan dukungan dari konsumen, sektor swasta, dan pemerintah. Dukungan positif, pemahaman publik, penghargaan dan insentif dari sektor ini akan memberikan dorongan kepada kelompok produsen (penduduk lokal) untuk melanjutkan perekonomian yang berkelanjutan.
Perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia juga harus mempertimbangkan pembenttukan ASEAN Economic Comunity (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Indonesia harus mempertimbangkan dampak dari model ekonomi regional dimana produk luar negeri akan bebas keluar-masuk ke dalam negeri dan akan menjadi pesaing produk lokal.
Keberagaman dan keunikan produk dari masyarat dapat menjadi faktor untuk menjaga stabilitas di dalam negeri. Hal ini belum sepenuhnya terbuka. Diduga, dengan penduduk berjumlah 250 juta jiwa, maka Indonesia akan menjadi salah satu target konsumen utama dari produk-produk di ASEAN maupun di dunia.
Kewirausahaan Komunitas Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada sektor sumberdaya alam seringkali dianggap tidak memiliki potensi yang cukup untuk mendorong ekonomi berkelanjutan dan merata. Seringkali unsur sosio-kultur dan nilai ekologis dari penduduk lokal tidak dapat diterima. Masyarakat juga tidak sadar bahwa penghidupan berkelanjutan ini telah memenuhi kebutuhan ekonomi dan tidak merugikan lingkungan.
Usaha-usaha yang dipelopori oleh masyarakat dapat dikembangkan dan ditingkatkan dengan dukungan kelompok lain (konsumen, sektor swasta, dan pemerintah) untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi dan ekologi. dengan insentif lebih lanjut dari basis konsumen dan jaringan pendukung yang meningkat, maka manfaat ekosistem yang diberikan oleh perusahaan berbasis masyarakat yang berkelanjutan dapat didistribusikan untuk semua.
Menjadi hal yang penting agar pemerintah dan sektor swasta juga mengembangkan dan memelihara rantai nilai (value chains) dalam kaitannya dengan community enterprises yang berkelanjutan ini.
Sektor ini akan melihat komunitas ini sebagai bagian dari solusi untuk mencapai dan memelihara pembangunan berkelanjutan, adil, dan hijau. Diharapkan, pemerintah baik lokal dan nasional dapat memberikan dukungan atas gerakan community enterprises yang berkelanjutan dan juga mendukung kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan perdamaian.